Mengutip
dari berbagai sumber mengenai fungsi HRD, Ada empat objective dari keberadaan
HRD di sebuah perusahaan yaitu :
- Organizational Objective ; keberadaan HRD bertujuannya untuk mendukung mewujudkan tujuan (visi & misi ) dari perusahaan.
- Personal Objective : keberadaan HRD bertujuannya mewujudkan tujuan personal dari semua karyawan yang ada di perusahaan, seperti misalnya ikut membantu mewujudkan harapan karyawan agar dapat bekerja dengan nyaman dan tenang, memiliki semangat dan motivasi untuk bekerja, dsb.
- Functional Objective : keberadaan HRD tidak lepas dari tugas dan fungsi HRD itu sendiri dalam membuat system HR yang baik, system penilaian yang baik, system training & development yang baik, system compensasi dan benefit yang baik, system pelayanan yang baik, SOP yang baik, system pendokumentasian yang baik, dsbnya.
- Societal Objective : keberadaan HRD di dalam perusahaan juga harus mampu membantu mewujudkan harapan dari pihak-pihak di luar perusahaan, dalam hal ini masyarakat di sekitar perusahaan.
Fungsi yang
teraplikasi dalam kegiatan di lingkup HRD yaitu recruitmen, trainning, benefit, penilaian
kinerja, perencanaan jenjang karir seluruh karyawan, penghubung antara
perusahaan (owner&manajemen) dengan tenaga kerja dan hal pemutusan hubungan
kerja.
Saat membaca bagian diatas mungkin tersirat betapa
berat namun mulianya fungsi dan tujuan HRD dalam sebuah perusahaan. Posisi dan
tanggung jawab nan hebat, keren, penuh otoritas, independen, dan kunci dalam
kewenangan khususnya. Ibaratnya HRD pemegang kunci pintu masuk dan pintu keluar
sebuah perusahaan.
Dalam angkah awal terjun ke dalam dunia kerja dan dipercayakan dalam posisi HRD, apa ini berarti mel hebat, kuat, independen, dan orang penting di perusahaan tempat mel bekerja ?? Bukan itu maksud pesan tulisan ini, yang mel mau sampaikan adalah suatu fakta, kenyataan, dan perasaan bahwa tak terelakkan lagi ternyata mel baru tau bahwa ini adalah posisi dan peran yang PALING TERTEKAN... Berharap melalui tulisan ini pembaca juga mendapat beberapa pengetahuan seputar lingkungan kerja, khususnya bagi rekan - rekan yang belum memasuki "ladang" ni.
Sebelumnya, tulisan ini dibuat dengan menyadari sepenuhnya, di "ladang" ini mel lebih banyak belajar
dan latihan ketimbang berkontribusi yang berarti bagi perusahaan. Mel ga akan
malu untuk mengakui semuanya ini.. Untuk semuanya itu sungguh mel
menikmatinya.. Lantas kenapa mel pada awal tulisan ini secara tersurat mengaku tertekan ?
Sampai hari ini, yang membuat "ladang" ini menjadi sangat terasa berbeda dari masa-masa sekolah mel, atau pun lingkungan mel lainnya adalah perasaan dan kenyataan tak
seorangpun rekan kerja mel yang sanggup memahami hebatnya tekanan karena posisi ini dan
kepadanya mel dapat sedikit berbagi.. berbagi cerita saja.. Mel justru harus
berbagi dengan sahabat-sahabat mel diluar tempat kerja yang tentu saja tak
akan tahu kondisi sebenarnya, bahkan untuk membayangkannya saja mereka pasti kesusahan dan itu berdampak pada sulitnya mereka memberikan mel solusi. Tapi soal motivasi mereka sudah sangat terlalu banyak membantu mel ^^
Awal mel kerja, posisi HRD di perusahaan memang
belum ada, sebelumnya hanya ada Pelaksana Tugas HRD yang juga merangkap mengerjakan bagian lainnya (Tax, Finance, Accounting). Dan saat mel mulai
kerja, cukup terkejut dengan mendapati kondisi perusahaan belum mempunyai
Peraturan Perusahaan sehingga acuan Hak dan Kewajiban Perusahaan dan Karyawan
hanya pada ketentuan yang lebih umum yaitu Undang-Undang No 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, ya sebagai Sarjana Hukum Fresh Graduate tanpa Peraturan Perusahaan mel tahu hal ini membahayakan
Kontrak yang diberlakukan Perusahaan bagi karyawan, dan ini cukup membuat mel ketar-ketir juga. Peraturan Perusahaan inilah
yang menjadi proyek pertama mel saat awal bergabung..Akhirnya dengan perasaan mau ga mau, yakin ga yakin memberanikan diri membuat draft Peraturan Perusahaan dengan melihat Peraturan Perusahaan Franchise Pusat tanpa menyimpangi UU No 13 Tahun 2003, dengan segala proses pengesahannya oleh Disnaker Badung-Bali. Baru kemudian disusul
dengan pengurusan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan yang
sebelumnya adalah Jamsostek, Proses Recruitment dan persiapan pembukaan Outlet dan Franchise kedua
perusahaan dengan segala kegiatan khususnya… Berat yang mel rasakan saat itu
tak seberat yang saat ini mel rasakan.. Karena jelas sekarang posisi mel
menjadi semakin sulit…
Pergantian tahun pertama dalam dunia kerja yang dalam hal ketenagakerjaan salah satunya berarti perubahan (kenaikan)
UMP/UMK yang ditetapkan Pemerintah. Dalam pandangan tenaga kerja ini berarti
kenaikan gaji, dan hal ini yang paling ditunggu-tunggu para karyawan. Tapi mel tahu ini kondisi yang sebenarnya
sangat menyulitkan bagi Perusahaan.. Dan dalam keadaan begini posisi HRD
terjepit diantara harapan karyawan dan keadaan Perusahaan.
Singkat cerita akhirnya kebijakan Perusahaan tempat
mel bekerja adalah memasukkan Tunjangan tidak tetap (yang hitungannya
berdasarkan kehadiran) kedalam Tunjangan Tetap sejumlah Selisih UMK 2015 dengan
UMK 2014 sehingga masuk menjadi komponen upah sebagaimana ditetapkan Undang-Undang.
Dengan demikian upah karyawan (Gaji Pokok + Tunjangan Tetap) minimal dalam
grade /posisi karyawan terendah pasti memenuhi UMK 2015. Tapi bagaimana
dengan harapan karyawan akan kenaikan gaji? Disinilah pukulan berat bagi
mereka, karena secara jumlah penerimaan tak ada yang berubah, perubahan
Tunjangan tidak tetap menjadi tunjangan tetap baru akan sedikit terasa dalam
THR, Pesangon, dan uang penghargaan masa kerja, yang didalamnya ada unsur upah/bulan.
Dan dalam kondisi inilah HRD akan menjadi objek kutukan, cemooh, emosi, dan
luapan kekecewaan karyawan. Ironisnya melalui HRD, Perusahaan berharap hal ini
dapat diterima karyawan tanpa menurunkan kualitas kerja. Inilah tekanan yang
mel maksud, sekaligus yang tengah mel hadapi.Huhft…
Lantas apa respon mel? Untuk hal yang satu ini secara total mel ada di pihak Perusahaan meski mencoba memahami dan mengerti harapan karyawan.. Namun, berharap beberapa alasan ini mampu menjelaskan mengapa mel berespon demikian.
- Melihat dasar hukumnya jelas yang diamanatkan UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 89 bahwa upah minimum terdiri atas UMR/UMK. Larangan membayar Gaji di bawah UMK jelas pada Pasal 90 (1) jo Pasal 185 (1) UU No 13/2003 dan Pasal 15 Ayat (1) Permenakertrans 7/13.Upah minimum sendiri itu adalah upah terendah yang terdiri dari Upah Pokok (Basic Salary) + (ditambah) Tunjangan Tetap (Fixed Allowances) sebagaimana yang diatur dlm Psl 1 angka (1) Permenakertrans. Jadi jelas Perusahaan tidak melanggar hukum mengenai hal ini.
- Perhatikan, jumlah penerimaan staff terendah setiap bulannya telah berada diatas UMK dengan komponen Gaji Pokok + Tunjangan Tetap minimal telah sesuai UMK, masalahnya hanya karena ada pengambilan sejumlah tunjangan tidak tetap yang ditarik menjadi tunjangan tetap sehingga menjadi komponen Upah yang besaran minimalnya sudah ditetapkan. Mel akui ini cara cerdik yang dianggap karyawan sebagai cara licik. Tapi sungguh mel ga menemukan dasar-dasar untuk menyalahkan keputusan perusahaan yang ini. Karena besarnya tunjangan tidak tetap itu adalah hak "suka-suka" perusahaan mau kasi atau ga , dengan nominal berapa asal jangan melanggar hukum dengan penerimaan Upah di bawah UMK. Jadi jelas posisi Perusahaan menang
Tapi ada juga kondisi dimana mel jelas tidak bisa membenarkan kebijakan, sikap, dan keputusan perusahaan.
Seperti Tunjangan Hari Raya yang pernah diberikan terlambat (setelah hari raya) dan ini pun menjadi ancaman kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi lagi pada hari raya salah satu umat beragama yang tinggal beberapa hari lagi.
Seperti Tunjangan Hari Raya yang pernah diberikan terlambat (setelah hari raya) dan ini pun menjadi ancaman kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi lagi pada hari raya salah satu umat beragama yang tinggal beberapa hari lagi.
- Padahal menurut ketentuan jelas termuat dalam Peraturan Perusahaan, THR harus dibayarkan selambat-lambatnya 2 minggu sebelum Hari Raya tersebut.
Ini sifatnya pribadi dan intern di
tempat mel kerja, Kenyataan lain yang harus mel hadapi, pengambilan keputusan mel
sebagai HRD tentu sebagian besar masih sangat bergantung pada Plt. HRD Manager dan
bila sikap dan pemikiran kami berbeda (sebatas dalam kesalahan mel dan batas
toleransi mel), mel mau ga mau dan suka ga suka harus menerima dari beliau.
Kadang ini menjadi zona nyaman mel namun seringkali justru membuat mel gemas
karena pada waktu-waktu tertentu mel merasa perlu mengambil tindakan/keputusan tapi tidak bisa. Mel hanya bisa menunggu bagian hal-hal
itu akan dipercayakan pada mel.. Namun, bila kelak suatu hari nanti tiba-tiba ada
suatu perbedaan keputusan yang bertentangan dengan standar kebenaran yang mel
yakini dan Jalur komunikasi yang pasti mel upayakan sebelumnya tak dapat menyelesaikan, maka saat itu lah mel
memastikan diri untuk Keluar dari perusahaan ini .
Dalam beberapa hal yang mel merasa, mel seharusnya tahu tapi justru mel sama sekali ga tahu.. Saat karyawan mendesak mel, mel pun berusaha mendesak atasan mel, namun seringkali hal itu tidak behasil. Mel kesal sendiri bila merasa perlu memberi tanggapan, jawaban, dan penjelasan terhadap sesuatu yang berada di ranah HRD namun mel sendiri belum diizinkan oleh atasan untuk mengetahuinya. Mel berakhir pada kondisi serba salah dan berujung pada jalan buntu. Ada bagian –bagian yang begitu ingin mel lakukan demi karyawan tapi terhalang keputusan manajemen. Saat karyawan berteriak pada mel, mel pun ga tahu harus berteriak pada siapa selain kepada Tuhan. Saat mel harusnya menampung seluruh keluh kesah para karyawan, mel pun tahu manusia takkan mampu menampung keluh kesah mel. Kesendirian kian semakin terasa dalam posisi ini. Sungguh mel merasa tak ada kawan bahkan sahabat, apalagi saudara disini,, Sehingga dalam kondisi terjepit dan tertekan mel hanya berharap Tuhan yang bela mel.. Karena siapa lagi yang padanya mel dapat berharap?
Dalam beberapa hal yang mel merasa, mel seharusnya tahu tapi justru mel sama sekali ga tahu.. Saat karyawan mendesak mel, mel pun berusaha mendesak atasan mel, namun seringkali hal itu tidak behasil. Mel kesal sendiri bila merasa perlu memberi tanggapan, jawaban, dan penjelasan terhadap sesuatu yang berada di ranah HRD namun mel sendiri belum diizinkan oleh atasan untuk mengetahuinya. Mel berakhir pada kondisi serba salah dan berujung pada jalan buntu. Ada bagian –bagian yang begitu ingin mel lakukan demi karyawan tapi terhalang keputusan manajemen. Saat karyawan berteriak pada mel, mel pun ga tahu harus berteriak pada siapa selain kepada Tuhan. Saat mel harusnya menampung seluruh keluh kesah para karyawan, mel pun tahu manusia takkan mampu menampung keluh kesah mel. Kesendirian kian semakin terasa dalam posisi ini. Sungguh mel merasa tak ada kawan bahkan sahabat, apalagi saudara disini,, Sehingga dalam kondisi terjepit dan tertekan mel hanya berharap Tuhan yang bela mel.. Karena siapa lagi yang padanya mel dapat berharap?
Apa semua ini karena Mel tak setangguh dan sekuat
seorang HRD seharusnya memang menjadi HRD harus meminimalisir segala hal yang melibatkan perasaan dan menjunjung logika? yang pasti mel tak dapat mengesampingkan sisi kemanusiaan yang mel
punya. Hati mel ternyata bukanlah batu yang kebal terhadap rasa sakit, kasihan,
marah, dll. Namun mel akui memang seringkali emosi mel yang meledak tak
terkontrol namun itupun dengan sadar masih berusaha mel tahan, jd tak semua
dapat mel ekspresikan.. jauh lebih banyak yang mel tahan, endapkan, dan itu
sangat menyakitkan diri mel sendiri. Dan dilain sisi percayalah sebagai wanita yang menempati peran ini mel berjuang memakai logika mel.
Ini murni pandangan mel sebagai pemula di "ladang" ini. Mungkin ini bukan kebenarannya namun ini kenyataan yang mel rasa tengah alami, mel lebih banyak bertemu lawan dibanding rekan.. Mel bertemu dengan banyak komentator handal dibanding fasilitator.. Bukankah ini kerja Team.. Bukankah suatu sistem kerja pun terdiri dari beberapa bagian/sub sistem yang meskipun memiliki posisi, fungsi, dan peran yang berbeda namun ada dalam kesatuan tujuan? Jadi bila ada yang salah, bila ada masalah kenapa banyak yang memutuskan "tali" nya tapi tidak memperbaiki. Apa amel yang terlalu GOBLOK di "ladang" ini? Atau mel salah posisi dan tidak mampu mengerjakan peran ?? Itu bisa jadi benar. Tapi satu hal! Mel masih mau belajar dan pelan" mengumpulkan nyali untuk mendobrak ketimbang memutuskan jadi PECUNDANG!
Menggerakkan, melibatkan, dan berpartisipasi aktif dalam semuanya jd bagian yang sulit. Betapapun hebatnya teori, ide, konsep, rencana yang bagus tapi tidak dioperasionalkan apalah artinya? Inti masalahnya adalah "orang/pribadi" bukan sistem. Dan dalam hal yang nyaman orang mudah bertahan, tapi dalam masalah, tentu siapa yang mau? Entah benar atau salah mel lebih melihat SDM di tempat mel bekerja dominan dengan orang-orang yang memiliki Fixed Mindset dibanding yang mau Survive.. Atau bisa jadi mel salah satu orang yang Fixed Mindset. Bagaimanapun mel ga akan pernah mau kecewa sama atasan dan owner mel.. Keberadaan mereka adalah kesempatan mel belajar menentukan respon.. Mereka juga masih berproses.. begitu juga mel.. Salah ya diingatkan, benar ya diapresiasi.. itu lebih baik.. Sampai ke ujung dunia'pun mel teralu yakin kamu ga akan mampu menemukan lingkungan "Surga" seperti tuntutanmu.. Jika harapanmu ada pada manusia, manusia manapun pasti akhirnya akan mengecewakanmu.. dalam relasi internal di "ladang" ini Belajar untuk mampu memisahkan mana yang jadi urusan pribadi dan mana yang menjadi urusan pekerjaan bener-bener menguras perasaan dan pikiran.. Huhft..
Ini murni pandangan mel sebagai pemula di "ladang" ini. Mungkin ini bukan kebenarannya namun ini kenyataan yang mel rasa tengah alami, mel lebih banyak bertemu lawan dibanding rekan.. Mel bertemu dengan banyak komentator handal dibanding fasilitator.. Bukankah ini kerja Team.. Bukankah suatu sistem kerja pun terdiri dari beberapa bagian/sub sistem yang meskipun memiliki posisi, fungsi, dan peran yang berbeda namun ada dalam kesatuan tujuan? Jadi bila ada yang salah, bila ada masalah kenapa banyak yang memutuskan "tali" nya tapi tidak memperbaiki. Apa amel yang terlalu GOBLOK di "ladang" ini? Atau mel salah posisi dan tidak mampu mengerjakan peran ?? Itu bisa jadi benar. Tapi satu hal! Mel masih mau belajar dan pelan" mengumpulkan nyali untuk mendobrak ketimbang memutuskan jadi PECUNDANG!
Menggerakkan, melibatkan, dan berpartisipasi aktif dalam semuanya jd bagian yang sulit. Betapapun hebatnya teori, ide, konsep, rencana yang bagus tapi tidak dioperasionalkan apalah artinya? Inti masalahnya adalah "orang/pribadi" bukan sistem. Dan dalam hal yang nyaman orang mudah bertahan, tapi dalam masalah, tentu siapa yang mau? Entah benar atau salah mel lebih melihat SDM di tempat mel bekerja dominan dengan orang-orang yang memiliki Fixed Mindset dibanding yang mau Survive.. Atau bisa jadi mel salah satu orang yang Fixed Mindset. Bagaimanapun mel ga akan pernah mau kecewa sama atasan dan owner mel.. Keberadaan mereka adalah kesempatan mel belajar menentukan respon.. Mereka juga masih berproses.. begitu juga mel.. Salah ya diingatkan, benar ya diapresiasi.. itu lebih baik.. Sampai ke ujung dunia'pun mel teralu yakin kamu ga akan mampu menemukan lingkungan "Surga" seperti tuntutanmu.. Jika harapanmu ada pada manusia, manusia manapun pasti akhirnya akan mengecewakanmu.. dalam relasi internal di "ladang" ini Belajar untuk mampu memisahkan mana yang jadi urusan pribadi dan mana yang menjadi urusan pekerjaan bener-bener menguras perasaan dan pikiran.. Huhft..
Siap dibenci dan di musuhi sama staff dan rekan sekerja juga jadi resiko yang ga bisa di tawar lagi... Dan semakin hari makin berasa.. mel banyak banget nerima pertayaan, aksi protes, surat kaleng, status-status di medsos yang nyindir keras banget, sampe beberapa surat resign... Caranya ada yang bener tapi ada juga yang jelas Bodoh dan kurang ajar. Tak mel pungkiri sempat ngerasa down efek kaget karena ni jelas lagi-lagi pengalaman pertama di dunia kerja. Sabar dan berusaha mengampuni.. Ga ada pilihan yang lebih baik... Hingga mel juga harus ngalamin rusaknya beberapa relasi dengan rekan sekantor yang awalnya deket tapi malah sekarang diem-dieman... Dengan segala kerendahan hati, mel tahu salah bila mel terus membela dan membenarkan diri.. Di mata yang bersangkutan/yang lagi kesel berat sama mel, mel pasti jelas salah.. Ga peduli salah atau bener mel akan tetep minta maaf.. tu yang sudah dan sedang mel lakukan.. Namun bila akhinya toh masih marah degan mel, apa mel sanggup memaksa? Mel rasa itu sudah bukan jadi urusan mel dengannya, namun urusannya dengan Tuhan dan dirinya sendiri. Langkah konkrit yang bisa mel lakuin adalah tetep berfikir dan bersikap berdamai dengannya.. sebisa mungkin mel tetep care, tetep nyapa, dan tetep berusaha bahkan mel semangat banget nyari-nyari alasan dan kesempatan buat berkomunikasi.. Bila Tuhan beri kesempatan buat mel untuk akhirnya punya kesempatan khusus untuk menyelesaikan kesalahpahaman dan konflik. Namun selama kesempatan itu belum ada yang mel dapat lakukan semakin gencar buat komunikasi sampe yang bersangkutan akhirnya cair kembali dan otomatis masalah kami selesai dan terlupakan dengan sendirinya. Namun, kemungkinan terburuk bila kemarahan dan sakitnya hatinya bersikap kekal terhadap mel, ya mel bisa bilang apa?! Wah..Mengasihi, mengampuni, dan memohon berkat baginya tetap menjadi keharusan mel... Namun lewat ini mel jadi sadar bahwa mel memang harus siap dibenci, siap dimusuhi, sadar pada upaya-upaya yang berusaha menjatuhkan, namun harus tetap berusaha untuk hidup berdamai..Mel ga bisa berharap mrk akn mengerti sedikit saja posisi nan sulit ini. Mel ga akan sanggup menyenangkan hati semua orang, ga sanggup mengabulkan harapan masing" karyawan sepenuhnya.. Itu pekerjaan yang ga mungkin pernah mampu mel tuntaskan..
Tak ada alasan menuntut .. Seorang HRD, meskipun untuk beberapa hal bukan sebagai pengambil keputusan, tapi tetap harus bertanggung jawab atas keputusan tersebut baik kepada Tuhan, dirinya, seluruh team kerja, dan lingkungannya...Belajar tetap tahu mana yang benar dan salah serta memperjuangkan yang Benar seharuslah menjadi ketetapan hatinya.. Akhirnya posisi ini ternyata ring tinju untuk tidak sembarang "memukul".. dan lintasan maraton untuk sampai di Finish... Bukan taman bunga sebagaimana khayalan'mel dan perkiraan banyak orang.. Bukan juga Kado Cantik yang Pita serta sampulny menarik tanpa tahu isi dalamnya.
Tapi Ada di dalamnya pun adalah kesempatan bukan penyesalan.
Tak ada alasan menuntut .. Seorang HRD, meskipun untuk beberapa hal bukan sebagai pengambil keputusan, tapi tetap harus bertanggung jawab atas keputusan tersebut baik kepada Tuhan, dirinya, seluruh team kerja, dan lingkungannya...Belajar tetap tahu mana yang benar dan salah serta memperjuangkan yang Benar seharuslah menjadi ketetapan hatinya.. Akhirnya posisi ini ternyata ring tinju untuk tidak sembarang "memukul".. dan lintasan maraton untuk sampai di Finish... Bukan taman bunga sebagaimana khayalan'mel dan perkiraan banyak orang.. Bukan juga Kado Cantik yang Pita serta sampulny menarik tanpa tahu isi dalamnya.
Tapi Ada di dalamnya pun adalah kesempatan bukan penyesalan.